Tuesday, March 27, 2007

Islam di Papua, Sejarah yang Terlupakan

Islam masuk lebih awal sebelum agama lainnya di Papua. Namun, banyak upaya pengaburan, seolah-olah, Papua adalah pulau Kristen. Bagaimana sejarahnya?

Upaya-upaya pengkaburan dan penghapusan sejarah dakwah Islam berlangsung dengan cara sistematis di seantero negeri ini. Setelah Sumetera Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, dan Maluku diklaim sebagai kawasan Kristen, dengan berbagai potensi menariknya, Papua merupakan jualan terlaris saat ini. Papua diklaim milik Kristen!

Ironis, karena hal itu mengaburkan fakta dan data sebenarnya di mana Islam telah hadir berperan nyata jauh sebelum kedatangan mereka (agama Kristen Missionaris). Berikut catatan Ali Atwa, wartawan Majalah Suara Hidayatullah dan juga penulis buku “Islam Atau Kristen Agama Orang Irian (Papua)” tentang Islam di Bumi Cenderawasih bagian pertama:


***

Menurut HJ. de Graaf, seorang ahli sejarah asal Belanda, Islam hadir di Asia Tenggara melalui tiga cara: Pertama, melalui dakwah oleh para pedagang Muslim dalam alur perdagangan yang damai; kedua, melalui dakwah para dai dan orang-orang suci yang datang dari India atau Arab yang sengaja ingin mengislamkan orang-orang kafir; dan ketiga, melalui kekuasan atau peperangan dengan negara-negara penyembah berhala.

Dari catatan-catatan yang ada menunjukkan bahwa kedatangan Islam di tanah Papua, sesungguhnya sudah sanggat lama. Islam datang ke sana melalui jalur-jalur perdagangan sebagaimana di kawasan lain di nusantara.

Sayangnya hingga saat ini belum ditentukan secara persis kapan hal itu terjadi. Sejumlah seminar yang pernah digelar seperti di Aceh pada tahun 1994, termasuk yang dilangsungkan di ibukota provinsi Kabupaten Fakfak dan di Jayapura pada tahun 1997, belum menemukan kesepakatan itu. Namun yang pasti, jauh sebelum para misionaris menginjakkan kakinya di kawasan ini, berdasarkan data otentik yang diketemukan saat ini menunjukkan bahwa muballigh-muballigh Islam telah lebih dahulu berada di sana.

Aktivitas dakwah Islam di Papua merupakan bagian dari rangkaian panjang syiar Islam di Nusantara. Menurut kesimpulan yang ditarik di dalam sebuah seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia, Medan 1963, Islam masuk ke Indonesia sudah sejak abad ke-7 dan ke-8 Masehi. Di mana daerah pertama yang didatangi oleh Islam adalah pesisir Utara Sumatera, dan setelah berkembangnya para pemeluk Islam, maka kerajaan Islam yang pertama di Indonesia ialah Kerajaaan Perlak, tahun 840.

Perkembangan agama Islam bertambah pesar pada masa Kerajaan Samudera Pasai, sehingga menjadi pusat kajian Agama Islam di Asia Tenggara. Saat itu dalam pengembangan pendidikan Islam mendapatkan dukungan dari pimpinan kerajaan, sultan, uleebalang, panglima sagi dan lain-lain. Setelah kerajaan Perlak, berturut-turut muncul Kerajaan Islam Samudera Pasai(1042), Kerajaan Islam Aceh(1025), Kerajaan Islam Benua Tamiah(1184), Kerajaan Islam Darussalam(1511).

Sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa sebelum tahun 1416 Islam sudah masuk di Pulau Jawa. Penyiaran Islam pertama di tanah jawa dilakukan oleh Wali Songo (Wali Sembilan). Yang terkenal sebagai orang yang mula-mula memasukkan Islam ke Jawa ialah Maulana Malik Ibrahim yang meninggal tahun 1419. Ketika Portugis mendaratkan kakinya di pelabuhan Sunda Kelapa tahun 1526, Islam sudah berpengaruh di sini yang dipimpin oleh Falatehan. Putera Falatehan, Hasanuddin, pada tahun 1552 oleh ayahnya diserahi memimpin banten.

Di bawah pemerintahannya agama Islam terus berkembang. Dari Banten menjalar ke Sumatera Selatan, Lampung dan Bengkulu. Juka di pula Madura agama Islam berkembang.

Pada pertengahan abad ke-16 penduduk Minangkabau memeluk Islam begitu juga di Gayo Sumatera Utara. Ketika Sultan Malaka terakhir diusir oleh Portugis, ia menetap di Pulau Bintan, yang kala itu sudah menjadi negeri Islam(1511).

Pada tahun 1514, sebagian penduduk Brunai di Kalimantan sudah memeluk agama Islam. Bahkan pada tahun 1541, raja Brunai sendiri masuk Islam. Di Kalimantan Barat, Sambar, yang menjadi bawahan negeri johor, penduduknya sudah masuk Islam pada pertengahan abad ke-16. Di bagian selatan Kalimantan yang tadinya merupakan wilayah kekuasaan Kejaraan Majapahit, setelah Majapahit ditaklukan oleh Kerajaan Islam Demak. Masuknya Islam di Banjarmasin sekitar tahun 1550, dan pada tahun 1620 di Kotawaringin telah terdapat seorang raja yang memeluk agama Islam.

Pada tahun 1600 Kerajaan Pasir dan Kutai telah menjadi daerah Islam. Seabad kemudian menyusul Kerajaan Berau dan Bulungan. Di Sulawesi raja Goa tahun 1603 masuk Islam. Selanjutnya raja Goa mengislamkan daerah-daerah di sekitarnya seperti Bone[1606], Soppeng[1609], Bima(1626), Sumbawa(1626) juga Luwu, Palopo, mandar, Majene menjadi daerah Islam.

Di wilayah Sulawesi Utara mulai dari Mandar sampai Manado pada pertengahan abad ke -16 menjadi bawahan Kerajaan Ternate yang rajanya adalah seorang Muslim. Atas ajakan raja Ternate, raja Bolaang Mongondow memeluk Islam. Terus ke timur di kepulauan Maluku pada mula abad ke-16 telah memiliki kerajaan Islam yakni kerajaan Bacan. Muballigh dari kerajaan Ini terus mendakwahkan Islam ke kawasan tetangganya di Papua melalui jalur perdagangan.

Sejak Zaman Kerajaan Majapahit

Seorang Guru Besar Bidang Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang, Dr. Moehammad Habib Mustofo, yang sekaligus Ketua Asosiasi Ahli Epigrafi Indonesia (AAEI) Jawa Timur menjelaskan bahwa dakwah Islam sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Apalagi dengan diketemukanya data artefakt yang waktunya terentang antara 1368-1611M yang membuktikan adanya komunitas Muslim di sikitar Pusat Keraton Majapahit, di Troloyo, yakni sebuah daerah bagian selatan Pusat Keraton Majapahit yang waktu itu terdapat di Trowulan.

Situs Islam di Troloyo sudah dikenal sejak abad XIX, namun para ilmuwan meragukan kepentingan nisan-nisan itu sebagai salah satu sumber primer yang penting berkaitan dengan islamisasi di Jawa. L.W.C. van den Berg, pada laporannya tertanggal 1 Februari 1887 tentang data epigrafi Arab di Situs Troloyo meragukan keasliannya, karena tulisan Arabnya yang kasar dan banyak salah tulis. Selanjutnya ia berpendapat bahwa inskripsi Arabnya dengaja ditambahkan kemudian pada artefak yang berisi tahun saka itu (Damais, 1957:365).

Pendapat lain dikemukakan oleh Veth, yang memperkirakan bahwa nisan-nisan tersebut berasal dari bagu candi. N.J. Krom menyatakan sittus Troloyo tidak mempunyai nilai arkeologis(Krom, 1923:184).

Sikap para sarjana terhadap temuan di Troloyo tersebut mulai berubah sejak tahun 1942. W.F. Stuterheim yang menjabat sebagai kepala Oudheidkundig Diens, menjelang

penduddukan Jepang di Indonesia mengajak L.C. Damais ke Situs Troloyo. Stuterhem mengharapkan temuan Damais, yang seorang antropolog berkebangsaan Perancis itu akan menambah pengetahuan baru dalam arkeologi Islam. Hasil penelitian Damais itu baru dipublikasikan pada tahun 1957.

Dari hasil penelitian Damais didapat pandangan yang menarik karena di sana didapati suatu interaksi antara komunitas Muslim saat itu dengan para penganut Hindu-Budha di bawah pemerintahan Majapahit.

Kesimpulan tersebut didasarkan atas studi huruf Jawa kuno dalam konteks makam Islam di daerah Troloyo tertulis tahun 1368-1611M. Kajian tentang huruf yang terdapat pada nisan Islam di Troloyo tersebut dapat disimpulkan bahwa bentuk angka Jawa kuno dipengaruhi oleh bentuk tulisan Arab yang serba tebal dan besar.

Kajian leh L.C. Damais dan de Casparis dari sudut paleografi membuktikan bahwa telah terjadi saling pengaruh antara dua kebudayaan yang berbeda (yakni antara Hindu-Budha-Islam) pada awal perkembangan Islam di Jawa Timur. Melalui data-data tersebut, Habib ingin menjelaskan bahwa sesungguhnya dakwah Islam sudah terjadi terjadi jauh sebelum keruntuhan total kerajaan Majapahit yakni tahun 1527M. Dengan kata lain, ketika kerajaan Majapahit berada di puncak kejayaannya, syiar Islam juga terus menggeliat melalui jalur-jalur perdagangan di daerah-daerah yang menjadi kekuasaan Majapahit di delapan mandala (meliputi seluruh nusantara) hingga malaysia, Brunei Darussalam, hingga di seluruh kepulauan Papua.

Masa antara abad XIV-XV memiliki arti penting dalam sejarah kebudayaan Nusantara, di mana pada saat itu ditandai hegemoni Majapahit sebagai Kerajaan Hindu-Budha mulai pudar. Se-zaman dengan itu, muncul jaman baru yang ditandai penyebaran Islam melalui jalar perdagangan Nusantara.

Melalui jalur damai perdagangan itulah, Islam kemudian semakin dikenal di tengah masyarakat Papua. Kala itu penyebaran Islam masih relatif terbatas di kota-kota pelabuhan. Para pedagang dan ulama menjadi guru-guru yang sangat besar pengaruhnya di tempat-tempat baru.

Sebagai kerajaan tangguh masa itu, kekuasaan Kerajaan Majapahit meliputi seluruh wilayah Nusantara, termasuk Papua. Beberapa daerah di kawasan tersebut bahkan disebut-sebut dalam kitab Negarakertagama, sebagai wilayah Yurisdiksinya. Keterangan mengenai hal itu antara disebutkan sebagai berikut:

"Muwah tang i Gurun sanusanusa mangaram ri Lombok Mirah lawan tikang i Saksakadi nikalun kahaiyan kabeh nuwati tanah i bantayan pramuka Bantayan len luwuk teken Udamakatrayadhi nikang sanusapupul".

"Ikang sakasanusasanusa Makasar Butun Banggawai Kuni Ggaliyao mwang i [ng] Salaya Sumba Solot Muar muwah tigang i Wandan Ambwan Athawa maloko Ewanin ri Sran ini Timur ning angeka nusatutur".

Dari keterangan yang diperoleh dalam kitab klasik itu, menurut sejumlah ahli bahasa yang dimaksud "Ewanin" adalah nama lain untuk daerah " Onin" dan "Sran" adalah nama lain untuk "Kowiai". Semua tempat itu berada di Kaimana, Fak-Fak. Dari data tersebut menjelaskan bahwa pada zaman Kerajaan Majapahit sejumlah daerah di Papua sudah termasuk wilayah kekuasaan Majapahit.

Menurut Thomas W. Arnold : "The Preaching of Islam”, setelah kerajaan Majapahit runtuh, dikalahkan oleh kerajaan Islam Demak, pemegang kekuasan berukutnya adalah Demak Islam. Dapat dikatakan sejak zaman baru itu, pengaruh kerajaan Islam Demak juga menyebar ke Papua, baik langsung maupun tidak.

Dari sumber-sumber Barat diperoleh catatan bahwa pada abad ke XVI sejumlah daerah di Papua bagian barat, yakni wilayah-wilayah Waigeo, Missool, Waigama, dan Salawati, tunduk kepada kekuasaan Sultan Bacan di Maluku.

Catatan serupa tertuang dalam sebuah buku yang dikeluarkan oleh Periplus Edition, di buku “Irian Jaya”, hal 20 sebuah wadah sosial milik misionaris menyebutkan tentang daerah yang terpengaruh Islam. Dalam kitab Negarakertagama, di abad ke 14 di sana ditulis tentang kekuasaan kerajaan Majapahit di Jawa Timur, di mana di sana disebutkan dua wilayah di Irian yakni Onin dan Seran

Bahkan lebih lanjut dijelaskan: Namun demikian armada-armada perdagangan yang berdatangan dari Maluku dan barangkali dari pulau Jawa di sebelah barat kawasan ini, telah memiliki pengaruh jauh sebelumnya.

....Pengaruh ras austronesia dapat dilihat dari kepemimpinan raja di antara keempat suku, yang boleh jadi diadaptasi dari Kesultanan Ternate, Tidore dan Jailolo. Dengan politik kontrol yang ketat di bidang perdagangan pengaruh kekuasaan Kesultanan Ternate di temukan di raja Ampat di Sorong dan di seputar Fakfak dan diwilayah Kaimana

Sumber cerita rakyat mengisahkan bahwa daerah Biak Numfor telah menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Sultan Tidore.

Sejak abad ke-XV. Sejumlah tokoh lokal, bahkan diangkat oleh Sultan Tidore menjadi pemimpin-pemimpin di Biak. Mereka diberi berbagai macam gelar, yang merupakan jabatan suatu daerah. Sejumlah nama jabatan itu sekarang ini dapat ditemui dalam bentuk marga/fam penduduk Biak Numfor.

Kedatangan Orang Islam Pertama

Berdasarkan keterangan di atas jelaslah bahwa, masuknya Islam ke Papua, tidak bisa dilepaskan dengan jalur dan hubungan daerah ini dengan daerah lain di Indonesia. Selain faktor pengaruh kekuasaan Kerajaan Majapahit, masuknya Islam ke kawasan ini adalah lewat Maluku, di mana pada masa itu terdapat kerajaan Islam berpengaruh di kawasan Indonesia Timur, yakni kerajaan Bacan.

Bahkan keberadaan Islam Bacan di Maluku sejak tahun 1520 M dan telah menguasai beberapa daerah di Papua pada abad XVI telah tercatat dalam sejarah. Sejumlah daerah seperti Waigeo, Misool, Waigama dan Salawati pada abad XVI telah mendapat pengaruh dari ajaran Islam. Melalui pengaruh Sultan Bacan inilah maka sejumlah pemuka masyarakat di pulau-pulau tadi memeluk agama Islam, khususnya yang di wilayah pesisir. Sementara yang dipedalaman masih tetap menganut faham animisme.

Thomas Arnold yang seorang orientalis berkebangsaan Inggris memberi catatan kaki dalam kaitannya dengan wilayah Islam tersebut: “…beberapa suku Papua di pulau Gebi antara Waigyu dan Halmahera telah diislamkan oleh kaum pendatang dari Maluku"

Tentang masuk dan berkembangnya syi'ar Islam di daerah Papua, lebih lanjut Arnold menjelaskan: “Di Irian sendiri, hanya sedikit penduduk yang memeluk Islam. Agama ini pertama kali dibawa masuk ke pesisir barat [mungkin semenanjung Onin] oleh para pedagang Muslim yang berusaha sambil berdakwah di kalangan penduduk, dan itu terjadi sejak tahun 1606. Tetapi nampaknya kemajuannya berjalan sangat lambat selama berabad-abad kemudian..."

Bila ditinjau dari laporan Arnold tersebut, maka berarti masuknya Islam ke daerah Papua terjadi pada awal abad ke XVII, atau dua abad lebih awal dari masuknya agama Kristen Protestan yang masuk pertama kali di daerah Manokwari pada tahun 1855, yaitu ketika dua orang missionaris Jerman bernama C.W. Ottow dan G.J. Geissler mendarat dan kemudian menjadi pelopor kegiatan missionaris di sana. (Ali Atwa, penulis buku “Islam Atau Kristen Agama Orang Irian (Papua).”



Liberalisme dalam Epistemologi Islam

Oleh: Henri Shalahuddin
Dosen STID M. Natsir dan peneliti INSISTS Jakarta

Dalam rangka ulang tahun JIL yang ke-6, DR. Luthfi Assyaukanie,pendiri JIL menulis artikel bertema "Dua Abad Islam Liberal" di kolom Bentara Kompas, 2/3/07. Dalam tulisannya, Luthfi sangat memuji paham liberalisme dan memberinya beberapa justifikasi dalam Islam. Bahkan dengan merujuk pemikiran Albert Hourani, Luthfi menandai kedatangan Napoleon Bonaparte untuk menjajah Mesir (1798) sebagai awal era
liberal bagi bangsa Arab dan kaum Islam. Era liberal baginya adalah awal era kebangkitan kesadaran kaum muslim, di mana umat Islam bebas mengartikulasikan kesadaran budaya dan peradaban mereka. Sehingga sejak 1798, Islam liberal genap berusia 209 tahun. Kebebasan menurut Luthfi adalah faktor utama kemajuan bangsa.
Hilangnya kebebasan berarti hilangnya kebangkitan sebuah bangsa. Kebebasan berfikir sebagai perluasan arti kata liberal, kemudian disetarakan dengan konsep ijtihad dalam Islam. Artikel ini secara singkat akan membahas paham liberal dalam wacan Barat dan
epistemologi Islam.


Makna Liberal
Ensiklopedi Britannica 2001 Deluxe edition CD-ROM, menjelaskan bahwa kata liberal diambil dari bahasa Latin liber, free. Liberalisme secara etimologis berarti falsafah politik yang menekankan nilai kebebasan individu dan peran negara dalam melindungi hak-hak warganya. Makna senada juga terdapat dalam Wikipedia, the free
encyclopedia.

Sejarah liberalisme --termasuk juga liberalisme agama, adalah tonggak baru bagi sejarah kehidupan masyarakat Barat dan karena itu, disebut dengan periode pencerahan, (Western Enlightenment). Perjuangan untuk kebebasan mulai dihidupkan kembali semasa zaman Renaissance di Italia. Paham ini muncul ketika terjadi konflik antara pendukung- pendukung negara kota yang bebas (free city states) melawan pendukung
Paus.

Liberalisme lahir dari sistem kekuasaan sosial dan politik sebelum masa Revolusi Perancis, sistem merkantilisme, feudalisme dan Gereja Roman Katolik. Liberalisme pada umumnya meminimalkan campur tangan negara dalam kehidupan sosial. Sebagai satu ideologi, liberalisme bisa dikatakan berasal dari falsafah humanisme yang mempersoalkan kekuasaan Gereja semasa zaman Renaissance dan juga dari golongan
Whings semasa Revolusi Inggris yang menginginkan hak untuk memilih raja dan membatasi kekuasaan raja; menentang sistem merkantilisme dan bentuk-bentuk agama kuno dan berpaderi. Liberalisme anti-statis, seperti yang diperjuangkan oleh Frederic Bastiat, Gustave de Molinari, Herbert Spencer, dan Auberon Herbert, adalah aliran ekstrim
yang dikenal dengan anarkisme (tidak ada pemerintahan) ataupun minarkisme (pemerintahan yang kecil yang hanya berfungsi sebagai "the nightwatchman state"). Liberalisme selalu menentang sistem kenegaraan yang didasarkan pada hukum agama.

Oxford English Dictionary menerangkan bahwa perkataan liberal telah lama ada dalam bahasa Inggris dengan makna "sesuai untuk orang bebas, besar, murah hati (befitting free men, noble, generous)" dalam seni liberal. Pada awalnya, liberalisme bermaksud "bebas dari batasan bersuara atau prilaku", seperti bebas menggunakan dan memiliki harta, atau lidah yang bebas (liberal with the purse, or liberal tongue),
dan selalu berkaitan dengan sikap yang tidak tahu malu. Bagaimanapun,bermula sejak 1776-1788, oleh Edward Gibbon, perkataan liberal mulai diberi maksud yang baik, yaitu "bebas dari prejudis dan bersifat toleran". Maka pengertian liberal pun akhirnya mengalami perubahan arti dan berkembang menjadi kebebasan secara intelektual, berpikiran luas, murah hati, terus terang, sikap terbuka dan ramah
(intellectually independent, broad-minded, magnanimous, frank, open,
and genial).

Prinsip dasar liberalisme adalah keabsolutan dan kebebasan yang tidak terbatas dalam pemikiran, agama, suara hati, keyakinan, ucapan, pers dan politik (an absolute and unrestrained freedom of thought, religion, conscience, creed, speech, press, and politics). Di samping itu, liberalismme juga membawa dampak yang besar bagi sistem
masyarakat Barat, di antaranya adalah mengesampingkan hak Tuhan dan setiap kekuasaan yang berasal dari Tuhan; pemindahan agama dari ruang publik menjadi sekedar urusan individu; pengabaian total terhadap agama Kristen dan gereja atas statusnya sebagai lembaga publik, lembaga legal dan lembaga sosial.

Dalam liberalisme budaya, paham ini menekankan hak-hak pribadi yang berkaitan dengan cara hidup dan perasaan hati. Liberalisme budaya secara umum menentang keras campur tangan pemerintah yang mengatur sastera, seni, akademis, perjudian, seks, pelacuran, aborsi, keluarga berencana (birth control), alkohol, ganja (marijuana) dan barang-
barang yang dikontrol lainnya. Negara Belanda, dari segi liberalisme budaya, mungkin adalah negara yang paling liberal di dunia. Sedangkan liberalisme ekonomi mendukung kepemilikan harta pribadi dan menentang peraturan-peraturan pemerintah yang membatasi hak-hak terhadap harta pribadi. Paham ini bermuara pada kapitalisme melalui
laisse-faire (pasar bebas).

Kerancuan Epistemologi

Merujuk apa yang telah didefinisikan di atas, sebenarnya pemakaian istilah "Islam Liberal" sangat rancu, bahkan cenderung kontradiktif baik dari sisi etimologi, terminologi maupun epistemologi. Dari sisi etimologi tidak satupun kata "Islam" berkonotasi pada makna kebebasan seperti yang dijelaskan pada makna kata "Liberal". Sebab kebebasan dalam Islam senantiasa merujuk pada kata "ikhtiyar", yaitu kebebasan
memilih yang berakar pada kata "khair" (baik). Dengan demikian,kebebasan dalam Islam hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat baik,sehingga seorang Muslim tidak dibebaskan untuk berbuat yang tidak baik.

Sedangkan istilah "Islam Liberal", seperti yang dipaparkan oleh DR.Ugi Suharto dalam situs mufti selangor, pertama kali digunakan oleh para penulis Barat seperti Leonard Binder dan Charles Kurzman. Binder menggunakan istilah 'Islamic Liberalism', sementara Kurzman memakai istilah 'Liberal Islam'. Secara tersirat keduanya mempercayai bahwa Islam itu banyak; 'Islam Liberal' adalah salah satunya. Jadi
istilah 'Islam Liberal' yang dimaksudkan disini adalah "Pemikiran Islam Liberal" yang merupakan satu aliran berfikir baru di kalangan umat Islam. Dalam konteks Indonesia sebuah disertasi yang ditulis oleh Greg Barton pada tahun 1995 tentang munculnya pemikiran liberal di kalangan pemikir Indonesia. Disertasi yang aslinya bertema: "The
Emergence of Neo-Modernism: A Progressive, Liberal Movement of Islamic Thought" ini, lalu diterbitkan dalam edisi Indonesia atas kerjasama Paramadina, Yayasan Adikarya Ikapi, dan Ford Foundation pada tahun 1999.

Sebenarnya, analisa Luthfi tentang Islam Liberal lebih cenderung menyamakan problem Barat terhadap agamanya lalu melimpahkannya kepada Islam. Penggantian makna liberal dengan maksud yang sangat positif, seperti yang terjadi dalam perkembangan makna istilah ini di Barat, juga dilakukan Luthfi dengan menyandingkannya dengan konsep ijtihad. Padahal prinsip ijtihad dalam Islam bertentangan dengan paham
liberal. Sebab kebebasan berijtihad tunduk pada beberapa kaedah dan persyaratan yang telah disepakati oleh kaum Muslimin, seperti kaedah: "la ijtihada fi l-qath'iyyat" (tidak ada ijtihad dalam masalah yang bersifat pasti), terlebih dalam pokok-pokok masalah ibadah dan akidah.

Kesimpangsiuran sejarah Islam Liberal, adalah bukti bahwa aliran ini tidak memiliki akar dalam sejarah Islam. Ahmad Sahal, seperti yang dikutip oleh Dawam Rahardjo, menisbahkan pemikiran Islam liberal dimulai sejak Umar bin Khattab, yang sering berbeda pendapat dengan Rasulullah mengenai masalah-masalah dunia. Jika klaim Sahal ini benar, maka usia Islam liberal bukan 2 abad, tetapi seusia dengan agama Islam itu sendiri, yaitu 15 abad.

Pemikiran Islam liberal sebenarnya berakar dari pengaruh pandangan hidup Barat dan hasil perpaduan antara paham modernisme yang menafsirkan Islam sesuai dengan modernitas; dan paham posmodernisme yang anti kemapanan. Upaya merombak segala yang sudah mapan kerap dilakukan, seperti dekonstruksi atas definisi Islam sehingga orang
non Islam pun bisa dikatakan Muslim, dekonstruksi Al-Qur'an sebagai kitab suci, homoseksual, aturan waris dan sebagainya. Islam liberal sering memanfaatkan modal murah dari radikalisme yang terjadi di sebagian kecil kaum Muslimin, dan tidak segan-segan mengambil hasil kajian orientalis, metodologi kajian agama lain,
ajaran HAM versi humanisme Barat, falsafah sekularisme, dan paham-paham lainnya yang berlawanan dengan Islam.

Dengan mengamati coraknya, maka dapat disimpulkan bahwa pemikiran Islam liberal adalah pemikiran liberal yang ditujukan kepada agama Islam. Oleh karena itu akan banyak membawa konsekwensi serius bila Islam Liberal dikategorikan sebagai bagian dari pemikiran atau madzhab Islam. Dengan demikian adanya liberalisme dalam Islam,
sejatinya memperkuat hipotesa Ibnu Khaldun (1332-1406M) bahwa bangsa pecundang gemar meniru bangsa yang lebih kuat, baik dalam slogan, cara berpakaian, cara beragama,gaya hidup serta adat istiadatnya.

Thursday, March 22, 2007

Pertarungan Islamis vs Nasionalis dalam Pilkada DKI, Adakah?

Pertarungan pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta akhirnya mengerucut pada dua nama, Fauzi Bowo dan Adang Dorojatun. Fauzi diusung oleh banyak partai, seperti PDIP, Golkar, Demokrat hingga partainya orang kristen PDS. Sementara Komendan Adang diusung sama PKS. Polarisasi ini kemudian oleh beberapa media disebut sebagai pertarungan antara kubu nasionalisme dan kubu Islamis. Benarkah cukup layak disebut sebagai pertarungan ideologi?

Banyak komen yang berlalu lalang di media yang seakan-akan membenarkan sinyalemen diatas, namun tentu bukan hal seperti itu yang mampu mendefinisikan secara kuat adanya pertarungan ideologi ini. Bahkan keberadaan kubu-kubu ini pun perlu dipertanyakan, benarkah ada kubu ideologi Islam dalam Pilkada DKI.

Terkait dengan kubu ideologi Islam, mestinya ditetapkan dulu sebuah kondisi sehingga sebuah kubu bisa disebut kubu ini dan kubu itu. Dalam konteks kubu Islam mestinya minimal ada kondisi berikut :
a. Komitmen sang calon terhadap Islam,penyebarannya dan penerapannya
b. Visi, Misi dan kejelasan program yang secara cristal clear menjadikan Islam sandarannya, tidak sekedar menggunakan ungkapan-ungkapan bias yang bisa diterima semua aqidah dan ideologi, termasuk terutama kesiapan untuk menerapkan Islam sebagai asas dan aturan masyarakat.

Namun,belum apa-apa Pak Adang udah membantah dirinya sebagai penopang ideologi Islamisme (http://www.gatra.com/artikel.php?id=103190), so, calon usungan PKS ini sepertinya cukup berat untuk diharapkan akan menerapkan syariah Islam di DKI jika dia menang, sebagaimana yang banyak diomongin ama banyak orang. Well, dari sini saja polarisasi kedua kubu sebenarnya tidak sejauh utara selatan, bahkan bisa jaraknya sedekat antara selatan dengan tenggara.

Hmmm, sepertinya kubu-kubuan itu gak signifikan deh. Kalau cuma karena ada partai Islamnya mah, di kubu Fauzi Bowo juga ada kok Partai Islamnya seperti PPP, PKB dll, wah, bahkan lebih banyak dibanding yang dimiliki Adang yah !

Friday, March 16, 2007

Ekonomi Riil Yang Riil

Triple track, itulah katanya yang menjadi strategi tim ekonomi Boss SBY-JK. Triple yaitu pro job, pro employeee dan pro poor. Mestinya dengan tiga fokus ini, maka kesempatan kerja terbuka, investasi ngalir dan orang miskin berkurang. Inilah mungkin yang menyebabkan juragan Yusuf Kalla berani bilang kalau saat ini sektor riil sudah bergerak (detikfinance.com,15/03/2007)


Sektor riil adalah sektor ekonomi yang melakukan kegiatan ekonomi yang riil, disana terjadi produksi barang beneran atau penawaran jasa, kemudian pasarnya pun jelas, ada pembeli dan penjual yang ber-akad. Kebalikan dengan pasar saham, pasar modal, bursa komoditas dan jenis-jenis pasar siluman lainnya, yang barang jualannya kaga jelas rupanya, pembelinya juga kaga ketauan turunan orang apa turunan jin,traksaksinya pun kaga jelas akadnya.

Maka harapan untuk terjadinya triple track tadi memang ada di sektor riil, karena sektor riil jelas-jelas menuntut adanya kegiatan produksi dan penawaran barang serta jasa yang riil yang membutuhkan tenaga kerja. Agar penyerapan tenaga kerja bisa tingga maka dibutuhkan banyak perusahaan yang menghasilkan barang dan jasa, yang berarti dibutuhkan banyak investasi. Nah, kalau semua berjalan normal, perusahaan riil banyak, tenaga kerja terserap, angka kemiskinanpun bisa dikurangi. So, mestinya inilah yang menjadi tanda apakah sektor riil sudah bergerak, yaitu :
a. Banyak investasi masuk
b. Pengangguran makin dikit
c. Yang blangsa dan hidupnya susah makin berkurang

Maka kemudian bisa dipertanyakan, kok bisa-bisanya juragan JK ngomong sektor riil sudah bergerak, padahal:
a. Investor ogah-ogahan nanam modal
b. Pengangguran malih makin meningkat, tahun 2006 aja ada 10,9 juta, dan tahun ini
diperkiran nambah lagi jadi 2,5 juta orang.(Republika, 16/3/2007)
c. Angka kemiskinan, siapa yang bilang turun? kecuali kalau pemerintah sekarang masih
seneng pake data yang sudah basi





Tuesday, March 13, 2007

Apa Kabar Hambali?

Selasa kemaren (13/3/2007), Bossnya BIN bilang, dia pengen Hambali bisa diperiksa oleh petugas kepolisian Indonesia. Hambali yang saat ini "katanya" sedang ditahan di Guantanamo, salah satu lokasi penjara kejam milik Amerika. Hambali yang ditangkap di Thailand ini (katanya lagi nih), memang tidak dizinkan oleh Amerika untuk dibawa ke Indonesia, walaupun si Hambali,kalau bener nih, adalah orang Indonesia dan melakukan kejahatan teroris di Indonesia pulak.

Inilah keanehan yang keterlaluan ditunjukkan oleh Amerika Serikat. Hambali, yang bagi seluruh rakyat indonesia adalah misteri tidak diperkenankan dibawa ke Indonesia,padahal secara setia, pejabat keamanan Indonesia selalu menyampaikan bahwa dalang teror di Indonesia adalah hambali, selain DR. Azhari. Wajar dong, kalau orang Indonesia pengen sang "penjahat teror" teror dibawa ke Indonesia dan diadili disini.Namun itulah, pejabat keamanan Indonesia tidak bisa berbuat apa-apa.

Efek dari hal ini adalah sangat wajar orang kemudian membenarkan dugaan bahwa sesungguhnya Hambali adalah planted agent alias agen yang ditanam, yang kemudian ditarik kembali oleh induk semangnya setelah menyelesaikan misinya. Apa tugasnya? sebagai planted agent, dia berfungsi untuk bergerak ditengah-tengah gerakan Islam, dan kemudian melakukan edukasi dan provokasi agar melakukan tindakan-tindakan yang nantinya secara general akan membuat jelek citra perjuangan penegakkan Islam. Bukan sekedar berdampak pada citra, hasil lainnya adalah, pihak Amerika semakin menemukan alasan untuk menekan pemerintah untuk agar mengendalikan keberadaan gerakan-gerakan Islam yang ada. Mengendalikan? yup, bisa dengan memata-matai, menangkapi, menembaki, membunuhi dan tindakan-tindakan lain yang dianggap perlu untuk memberangus teroris. Celakanya, pemerintah sekarang terlalu lemah dihadapan Amerika. Bahkan saya menduga Bush adalah kebanggaan dari kepala negara sekarang. Dari sekian banyak pertemuan dengan berbagai kepala negara, SBY hanya memajang fotonya dengan Bush diruang kerjanya. Lah, tau dari mana? dari Intelijen ya? hehehe...kaga Boss, salahin tuh SBY sendiri, ngapain dia ngebolehin kameraman TV swasta ngeshot ruang kerjanya, waktu dia lagi menerima kunjungan anak-anak SD.

Well, kembali kepermasalahan Hambali. Walaupun nanti dia diperbolehkan diperiksa oleh FBI, paling-paling petugas Polri hanya diperbolehkan melakukan pemeriksaan sebagaimana yang dilakukan pada Umar Faruq, yaitu :
a. Kagak ketemu langsung
b. Pertanyaan dititipin doang ama petugas amarika
c. Pertanyaan dengan jawaban kaya anak sekolahan ujian : ya atau tidak

Lah, kaya gini ni, gimana kagak bikin curiga Oom. Well, tentu saja kita sangat berharap Hambali akhirnya bisa diperiksa langsung, bukan di AS tapi di sini, di negerinya, ditempat dimana--kalau bener nih--melakukan kejahatan. Kita tunggu saja, bisa kaga aparat negara yang katanya berdaulat ini bisa melakukan hal tersebut. Atau lagi-lagi berlaku seperti yang lalu,sami'na wa atha'na kepada AS, dan kemudian seiring berjalannya waktu, sang agen yang sudah habis masa edarnya tsb dihilangkan dengan berbagai cara, dibilangin sakit, bunuh diri, atau melarikan diri secara mustahil dari penjara yang setiap meternya diawasi (kaga kaya cipinang lah), seperti agen sebelumnya, Umar Faruq



Monday, March 12, 2007

Pujian Amerika, Senyuman Musdah Mulia

Hidayatullah.com—Meronalah wajah Siti Musdah Muliah. Ia mengaku terperanjat mendengar namanya disebut-sebut Amerika. Bukan apa-apa, siapa tak kenal Amerika? Kampiun demokrasi, sang polisi dunia yang sangat ternama.

“Saya hanya diberi waktu satu hari untuk mengurus visa dan berbenah sebelum terbang ke Amerika," ujarnya dikutip Antara di Washington DC, sesaat sebelum menerima penghargaan dari Menteri Luar Negeri Amerika, Condoleezza Rice.

Senang dan terkejut mungkin campur jadi satu. Apalagi ketika kedutaan Amerika Serikat di Jakarta menghubunginya dan mengatakan, dirinya dianggap terpilih menjadi satu-satunya wanita di Indonesia yang mendapatkan penghargaan dari Amerika Serikat.

Ia, katanya dianggap sukses menyuarakan, membela dan mengembalikan hak perempuan di mata agama dengan cara melakukan 'pembaruan hukum Islam' –termasuk-- undang-undang perkawinan.

Karena itulah, pada Hari Perempuan Dunia tanggal 8 Maret kemarin, Musdah menerima penghargaan International Women of Courage dari Menteri Luar Negeri Condoleezza Rice di kantor kementerian luar negeri Amerika Serikat (AS), Washington.

Tapi Musdah bukan satu-satunya penerima penghargaan. Masih banyak wanita lain menerimanya. Diantaranya dari kawasan Asia Pasifik. Ada yang dari Zimbabwe, Latvia, Arab Saudi, Argentina, Maladewa, dua orang dari Afganistan, dan dua dari Iraq.

Penghargaan tahunan tersebut pertama kali diberikan pemerintah Amerika Serikat kepada perempuan dunia. Katanya, 'yang dianggap berani membuat perubahan demi kemajuan perempuan di negaranya'.

Musdah, adalah salah satua dari 100 wanita yang terpilih dari 100 nama yang diusulkan di seluruh dunia. "Saya hanya ingin mengembalikan prinsip Islam, yang humanis dan ramah terhadap perempuan," kata Musdah seolah merendah.

Dalam pidato sambutannya, Condoleezza Rice mengatakan, perjuangan untuk mendapatkan kesetaraan jender tidak mudah. Negara demokrasi, seperti, Amerika Serikat pun, membutuhkan waktu lebih dari 130 tahun untuk memberikan hak pilih bagi perempuan.

Bergerilya

Siti Musdah Mulia adalah salah satu tokoh Islam Liberal yang pernah bikin heboh di Indonesia ketika mengusulkan counter legal draft Kompilasi Hukum Islam (CLD-KHI) sekitar tahun 2004.

Counter Legal Draft (CLD) Kompilasi Hukum Islam ini dinilai banyak kaum Muslim 'melabrak' pemahaman tentang hukum perkawinan, waris, dan wakaf dalam Islam.

Diantara teks-teks krusial yang diusulan Tim Musdah Mulia ketika itu antara lain; disebutkan bahwa pernikahan bukan ibadah, perempuan boleh menikahkan dirinya sendiri, poligami haram, boleh nikah beda agama, boleh kawin kontrak, ijab kabul bukan rukun nikah dan anak kecil bebas memilih agamanya sendiri. Pendekatan gender, pluralisme, HAM dan demokrasi bukanlah pendekatan hukum Islam.

Tentu saja bukan sepi masalah. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebut draft ini sebagai bid’ah (penyimpangan) dan taghyir (perubahan) dari hukum Islam. MUI menyebut CLD-KHI sebagai upaya memanipulasi nash-nash Al-Qur’an.

Tak urung, kasus ini membuat Menteri Agama saat itu, Prof. DR. H. Said Agiel Al Munawar, menyampaikan teguran keras kepada Tim Penulis Pembaruan Hukum Islam, melalui suratnya tanggal 12 Oktober 2004, No.: MA/271/2004, untuk tidak lagi mengulangi mengadakan seminar atau kegiatan serupa dengan mengatasnamakan tim Departemen Agama dan semua Draft CLD-KHI agar diserahkan kepada Menteri Agama RI.

Bahkan Menteri Agama RI yang baru, Maftuh Basyuni langsung membatalkan CLD-KHI pada tanggal 14 Februari 2005. Dan Siti Musdah Mulia sebagai Ketua Tim Penyusun CLD-KHI dilarang pemerintah menyebarluaskan gagasannya.

Berhentikah Musdah? Tentu saja tidak. Ia bersama kawan-kawannya yang se ide–tentu saja dibantu The Asia Foundation lembaga donasi dari Amerika yang sering mendukung gagasan liberalisme-- terus mengasongkan gagasannya. Ia bahkan muncul kembali bersama para penulis buku Fiqih Lintas Agama. Yang oleh sebagian kaum Muslim dianggap banyak membuang makna teks dan menggunakan aspek konteks secara amburadul.

Dengan pujian Amerika yang baru saja ia sandang, nampaknya menjadi spirit baru Musdah untuk terus bergerilya. Walau, ia sesungguhnya tau, dampaknya, ia harus berhadapan dengan kaum Muslim di Negerinya sendiri.

"Pemahaman saya sering dicap terlalu kebarat-baratan dan saya tidak akan terkejut, sekembali dari Amerika Serikat, saya akan dicap sebagai antek Amerika," kata Musdah seolah telah siap dengan segala resikonya.

Tenar Setelah “Menghujat”

Kasus Musdah Mulia bukanlah hal baru. Khususnya Amerika dan Barat, pujian-pujian serupa ibarat permen yang akan terus diberikan disaat dibutuhkan.

Sebelum Musdah, ada nama Salman Rusdie dengan The Satanic Verses nya. Juga Irshad Manji, seorang warga Muslim asal Kanada yang kini tinggal di Belanda. Namanya begitu tenar setelah gagasannya yang mengatakan, cendekiawan Barat seharusnya tidak takut lagi mengkritik Islam.

Irsyad Manji adalah seorang aktivis yang juga penganut lesbianisme. Manji begitu tenar dan dipuja sebagai pahlawan di dunia Barat karena kritik agresif mereka terhadap Islam. Meski Manji begitu menyakit perasaan kaumnya sendiri, di dunia Muslim.

Bagi pers asing, Manji dianggap ‘seorang provokator berjalan untuk Islam tradisional’. Tahun 2003 ia mempublikasikan bukunya "The Trouble with Islam Today". Isinya banyak menghujat Islam.

Sebelumnya ada nama Nasr Hamid Abu Zayd, intelektual muslim asal Mesir. Nasr Hamid Abu Zayd adalah pemikir liberal Mesir yang dihukumi 'murtad' oleh 2000 ulama Mesir atas beberapa pemikirannya yang cukup berbahaya. Ia kemudian lari di tampung di Negeri Belanda. Di sana, ia kemudian diberi puja-puji. Dan semakin liarlah pemikirannya.

Tapi itu hanya permulaan, kata cendekiawan Muslim Adian Husaini. Sebab, masih akan banyak nama yang akan menerima penghargaan oleh Amerika dan Barat di masa depan. Mengutip pepatah Arab, Adian mengatakan, “Khaalif, tu’raf!.” Jika ingin terkenal, gampang saja. Berfikirlah nyleneh!. Nah, boleh jadi Amerika juga akan mengundang Inul sebagaimana Musdah Mulia. [cholis akbar/hidayatullah.com]


Thursday, March 8, 2007

Naik Pesawat, Yang Murah Atau Yang Mahal?

Waktu saya lagi nyari tiket buat dinas ke daerah teman saya ngomong kek gini :"naek pesawat yg mahal, jangan yang murah, ntar kaya adam lho". Pasca kecelakaan adam, kengerian terhadap pesawat low cost memang menerpa berbagai kalangan, terutama para penggede, boss2 dan orang penting lainnya. Beragam masalah sebenarnya sudah terjadi, dan bukan cuma dialami adam air tapi juga oleh maskapai lain seperti Lion, Batavia dan lainnya.


Mulai dari tergelincir dari bandara, nyungsep kesawah, nyasar, punggung bengkok dan tentu yang paling fenomenal, tenggelam di laut tanpa pernah ketauan lagi rupanya. Maka tersebutlah garuda sebagai pesawat yang teraman. Komen kek gini bukan tanpa dasar memang. Maintenance Garuda kabarnya tergolong paling top. Apalagi ditunjang dengan fasilitas perawatan sendiri, Garuda Facility Maintenance. Udah gitu, awaknya juga rata-rata jago-jago. Dan memang waktu nyoba sendiri, berasa kalo supirnya Garuda lebih enak bawa pesawat, pas landingnya terutama, beda sekali dengan maskapai lain, garuda yang saya naikin landing smooth gitu...

But, semua jadi terkoreksi, sang maestropun mengalami nasib sebagaimana para juniornya. Semua masih menebak-nebak kenapa si garuda bisa mengalami nasib tragis. Mulai dari human factor, engine factor sampai yang paling nyol-konyol, sabotase. Dan untuk yang terakhir ini sampai-sampai abang intel kita, Syamsir Siregar bossnya BIN perlu dilibatkan untuk menyelidikinya.

Well, sekarang kalo mau mesen tiket pesawat,menurut saya bukan yang mahal mahal atau yang murah, tapi yang tawakkal