Monday, April 14, 2008

Buya Kami Bukan Pluralis!

Ya, Buya kami yaitu Buya Hamka bukanlah seorang pluralis seperti yang diocehkan banyak pihak. Dan bahkan demi memperkuat bangunan argumennya tentang pembenaran pluralisme, seorang tokoh yang juga berasal dari ranah Minang sebagaimana halnya Buya Hamka, tanpa tahu malu mencatut nama Buya dan memplintir tafsir Al Azh-har. Padahal, Buya kami bukanlah orang yang gila popularitas dan kekuasaan, sebagaimana yang dipertontonkan para elit sekarang. Mereka tanpa risih dan malu tidak segan-segan bersyahadat bahwa mereka adalah adalah yang pluralis, hanya demi stempel moderat, hanya demi kemenangan di Pilkada. Ingek! Buya kami urang nan luruih, indak sarupo jo urang-urang gadang sarawa nan ado di parpol (Icak-Icak) Islam, indak samo jo angku-angku tele nan mamuta-muta tulisan Buya. Jan dikecek-kan jo Buya kami pluralis ndak, Den tekuih kaniang tu ciek ko!



TOLERANSI, SEKULERISME, ATAU SINKRETISME
Dari Hati ke Hati - HAMKA

Tahun 1968 yang baru kita lalui adalah tahun yang luar biasa. Di tahun 1968 kita berhari raya Idul Fitri samapai dua kali, yaitu 1 Januari 1968 dan 21 Desember 1968.

Maka timbullah inspirasi pada beberapa orang Kepala Jawatan dan juga pada beberapa orang Menteri Kabinet Pembangunan, dan keluarlah perintah supaya peringatan halal bi halal Idul Fitri dan hari Natal digabungkan jadi satu. Diadakan pertemuan serentak disatu tempat, biasanya biasanya dijawatan-jawatan, dan departemen-departem en; "Lebaran-Natal" . Maka tersebutlah perkataan bahwasannya bapak Kepala Jawatan atau bapak Menteri atau bapak Jenderal memulai sambutan beliau, bahwa demi kesaktian Pancasila yang wajib kita amalkan dan amankan, dalam "Lebaran-Natal" ini kita menananmkan dalam hati kita, sedalam-dalamnya, apa arti toleransi. Dan diaturlah acara mula-mula membaca Al Quran, oleh seorang pegawai yang pandai 'mengaji', kemudian itu diiringi oleh seorang pendeta atau pastor yang sengaja diundang, dengan membacakan ayat-ayat injil, terutama yang berkenaan dengan kelahiran 'Tuhan' Yesus. Yesus Kristus Juru Selamat Dunia, Anak Alah Yang Tunggal, tetapi Dia sendiri adalah Alah Bapak juga, menjelma menjadi ke dalam tubuh Santa Maria yang suci, untuk kemudian lahir sebagai manusia.

Tentu saja yang lebih banyak hadir dalam pertemuan "Lebaran-Natal" itu adalah orang-orang Islam dari pada orang-orang yang beragama Kristen. Si orang Islam diharuskan mendengarkan dengan khusyu' bahwa Tuhan Alah beranak, dan Yesus ialah Alah. Sebagaimana tadi orang-orang Kristen disuruh mendengar tentang Nabi MUhammad Saw dengan tenang, padahal mereka diajarkan oleh pendetanya bahwa Nabi Muhammad bukanlah Nabi, melainkan penjahat. Dan Alqur'an bukanlah kitab suci, melainkan buku karangan Muhammad saja.

Kedua belah pihak, baik orang Kristen yang disuruh tafakur mendengarkan Alqur'an, atau orang Islam yang disuruh mendengarkan bahwa Tuhan Alah itu ialah satu ditambah dua sama dengan satu, semuanya disuruh mendengarkan hal-hal yang tidak mereka percayai dan tidak dapat mereka terima. Kemudian datanglah komentar dari protokol, bahwa semuanya itulah yang bernama toleransi, demi kesaktian Pancasila!.

Dan sebagai penutup disuruh kemuka seorang Kyai membaca do'a. Seluruh hadirin yang Islam membaca amin. Pihak Kristen duduk berdiam diri, dan kita tahu apa yang terasa dalam hatinya, yaitu muak dan mual. Kemudian naik pula yang pendeta menyebut do'a-do'a hari Natal, dan semua orang Islam berdiam diri saja, dan kitapun tahu apa yang ada dalam hati mereka.

Pada hakikatnya mereka itu tidak ada yang toleransi. Mereka kedua belah pihak hanya menekan perasaan, mendengarkan ucapan-ucapan yang dimuntahkan oleh telinga mereka. Jiwa, raga, hati sanubari, dan otak tidak bisa menerima. Kalau keterangan orang Islam bahwa Nabi Muhammad Saw adalah Nabi akhir zaman, penutup sekalian Rasul. Jiwa raga orang Kristen akan mengatakan bahwa keterangan orang Islam ini harus ditolak, sebab kalau diterima kita tidak Kristen lagi. Dalam hal kepercayaan tidak ada toleransi.

Sementara sang Pastor dan Pendeta menerangkan dosa waris Nabi adam, ditebus oleh Yesus Kristus di atas kayu palang, dan manusia ini dilahirkan dalam dosa, dan jalan selamat hanya percaya dan cinta dalam Yesus. Telinga orang Islam muntah mendengarkan.

Bertambah mendalam orang-orang yang beragama itu meyakini agamanya, bertambah muntah telinganya mendengar kepercayaan- kepercayaan yang bertentangan dengan akidah agamanya. Barulah mereka menerima semuanya itu dengan toleransi kalau agama itu tidak ada yang dipegangya lagi.

Lantaran itu maka kalau dengan menggabungkan Lebaran dengan Natal, Muhammad Saw menjemput syari'at sembahyang, lalu turun lagi ke bumi menyampaikan perintah itu, jika misalnya pula berdekatan tanggalnya dengan Mi'raj Nabi Isa, yang menurut kepercayaan Kristen, bangkit dari kuburnya setelah tiga hari, lalu naik ke langit dan kini duduk di sisi kanan Alah, Bapaknya yang disurga; kalau hal-hal seperti ini diadakan untuk toleransi, demi kesaktian Pancasila, atau demi mengamalkan dan mengamankan Pancasila, dengan sungguh-sungguh kita katakan bahwa, ini bukan toleransi, melainkan memaksa kedua belah pihak jadi orang munafik, mengangguk-angguk menerima hal yang tak masuk diakal; dengan sengaja dan diatur, supaya membuktikan toleransi.

Baru-baru ini Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, sudah menjelaskan bahwasanya do'a bersama dalam hari-hari peringatan, tidaklah dibolehkan dalam ajaran Islam. Do'a demikian pun tidak akan dapat diterima, karena do'a adalah ibadah dan ada sendiri ketentuannya. Orang Islam meminta kepada Tuhan Allah Yang Satu, yang tidak ada syarikat bagi-Nya, sedangkan Pastor dan Pendeta akan berdo'a meminta kepada Alah Bapak, Alah Putera, dan Alah Roh Kudus.

Semangat toleransi yang sejati, yang logis, yang masuk akal ialah, ketika orang Islam berdo'a, orang Kristen meninggalkan tempat berkumpul. Dan ketika Pastor berdo'a kepada Tiga Tuhan orang Islam keluar.

Zaman akhir-akhir ini sudah ada gejala toleransi paksaan itu, dalam hal-hal resmi atau tidak resmi. Untuk tenggang menggang, seorang Kyai disuruh baca do'a dan untuk menunjukkan Pemerintah berlapang dada, ditambah lagi dengan do'a Katholik. Sesudah itu dengan doa' Protestan, sesudah itu dengan do'a Hindu-Bali. dan dengan do'a secara Budha.

Orang tidak memperhitungkan bagaimana perasaan dari pemeluk agama itu sendiri, atau orang yang tekun utuh dalam agama yang dipeluknya. Terutama orang Islam yang 85% bangsa Indonesia ini terdiri dari mereka.

Yang menganjurkan do'a bersama, atau perayaan 'Lebaran-Natal' , atau barangkali nanti Natal-Maulid, bukanlah orang yang mempunyai kesadaran agama, melainkan orang-orang sekuler, yang baginya masa bodoh, apakah Tuhan satu atau beranak, sebab bagi mereka agama hanya iseng! Atau orang-orang sinkritisme, yang mencari segala persesuaian diantara yang berbeda, lalu dari segala yang sesuai itu mereka membuat sesuatu yang baru.

Gejala seperti ini yang kita lihat sekarang. Dengan setengah paksaan dianjurkan do'a bersama, beribadat bersama, kebaktian bersama diantara orang-orang yang berlainan kepercayaan, dan dikatakan itu semangat Pancasila! Sehingga disadari atau tidak, Pancasila boven alles diatas dari semua agama, dan orang-orang yang sama sekali tidak mengamalkan satu agama, merasa dirinya pemimpin tertinggi, melebihi ulama dan pendeta, kyai dan pastor. Dan barangsiapa yang tidak menyetujui, dituduh anti Pancasila dan tidak toleransi, dan tidak menunjukkan 'kepribadian' Indonesia.

Selama pena ini masih bisa menulis dan mulut ini masih bisa berkata, kita katakan terus terang : "Bukan begitu yang toleransi"!

Bahkan itu adalah merusak agama, memaksa orang menelan sesuatu yang berlawanan dengan inti kepercayaannya. Dan pemuka-pemuka agama yang sadar akan tetap menolaknya. Kita bukanlah menolak Pancasila. Sejak Pancasila diasaskan pada 25 tahun yang lalu, kita sudah menyatakan tidak keberatan.

Tetapi kita tegaskan bahwasannya keselamatan dan keamanan Pancasila itu hanya akan terjamin, apabila umat yang beragama, khususnya umat Islam taat setia melaksanakan agamanya, bukan disuruh pindah dari agamanya menuju suatu kekaburan yang namanya Pancasila. Dan bukan disuruh membuat suatu macam upacara, kebaktian, do'a dan sebagainya bersama-sama dengan pemeluk agama lain yang berlainan akidah dan kepercayaan.

Orang agma lain pun tidak akan dapat menerima suatu upacara baru yang tidak ada dalam agama itu. Dan ini hanya akan akan bisa dilakukan oleh pemeluk-pemeluk agama yang tidak punya pendirian, yang lupa tanggung jawabnya di hadapan Tuhan, karena hendak mengambil muka kepada atasan.

Sehingga pernah terjadi, seorang pembicara di dalam pertemuan besar mengatakan bahwa "Nabi Isa disalib" padahal dia pemuka Islam. Dan pernah terjadi seorang Kyai membaca do'a dihadapan umum, dan do'a itu diambilnya dari "khutbah gunung", pidato Yesus Kristus dalam Injil yang beredar sekarang. Demi toleransi, Kyai tidak membaca lagi do'a yang warid dari ajaran Rasulullah Saw.

Tentu orang-orang seperti itu dapat pujian atasan, dan disambut dengan tepuk tangan oleh orang-orang Kristen, tetapi dia tidak sadar bahwa dengan apa yang dinamainya "toleransi" itu dia telah mengorbankan akidah agamanya. ***

Catatan :
Sikap almarhum Buya Hamka mengenai Natal dan Idul Fitri bersama ini berlanjut menjadi fatwa Majelis Ulama, yang Buya Hamka sendiri sebagai ketuanya; "Natal dan Idul Fitri bersama hukumnya haram". Pemerintah melalui Menteri Agama, Alamsyah Ratuprawiranegara meminta supaya fatwa itu dicabut. Buya Hamka kemudian memilih sikap meletakkan jabatan sebagai Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia).

sumber :
Dari Hati ke Hati, tentang : Agama, Sosial-Budaya, Politik Oleh Prof.DR.Hamka. Cetakan I, Penerbit Pustakan Panjimas, Jakarta 2002.


3 comments:

RzBzR said...

Memang iman gak bisa diwariskan.
Walau sudah dianggap anak oleh hamka, buya ma'arif tetap saja dalam pemikiran pluralisme.

translate pliss ->
Ingek! Buya kami urang nan luruih, indak sarupo jo urang-urang gadang sarawa nan ado di parpol (Icak-Icak) Islam, indak samo jo angku-angku tele nan mamuta-muta tulisan Buya. Jan dikecek-kan jo Buya kami pluralis ndak, Den tekuih kaniang tu ciek ko!

Anonymous said...

Kalo pluralis, itu bukan islam sejati namanya!!
Islam kan bertentangan dng demokrasi bung...

Anonymous said...

Поздравляю вас Старо-Новым годом, желаю вам в новом году успехов и спасибо что вы находите время поддерживать ваш замечательный блог!