Tuesday, January 16, 2007

Hubungan Ekonomi Indonesia dengan Amerika 2006

Dr. Fahmi Amhar
Lajnah Maslahiyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia


Sejauh mana ketergantungan Indonesia pada Amerika? Sejauh kepentingan ekonomi, atau sejauh ketakutan secara politik / militer? Pertanyaan ini akan dicoba dijawab dengan beberapa indikator, yaitu:
(1) neraca perdagangan (Ekspor/Impor) Indonesia-Amerika
(2) hutang luar negeri Indonesia ke AS
(3) investasi AS di Indonesia
(4) wisatawan AS di Indonesia
(5) orang Indonesia yang belajar/bekerja di AS
(6) kepentingan militer

(1) Neraca Perdagangan
Menurut CIA World Fact Book (https://www.cia.gov/cia/publications/factbook/geos/id.html ), s/d tahun 2005 expor Indonesia ke AS ditaksir sekitar 9,62 Milyar US$ (dengan komoditas utama migas, barang elektronik, kayulapis, textil dan karet). Sedang impor dari AS adalah 4,16 Milyar US$ (dengan komoditas utama mesin, bahan kimia, bahan makanan). Sayang tidak ada statistik lebih detil untuk masing-masing komoditas tersebut. Data dari CIA ini berdekatan dengan data resmi BPS (http://www.bps.go.id/leaflet/bookletjuli2006.pdf? Halaman 43): ekspor Indonesia ke AS 2005: 9,87 Milyar US$ (11,5% total ekspor) sedang impor dari AS: 3,88 Milyar US$ (6,7%).
Ini artinya, bila terjadi pemutusan hubungan dagang dengan AS (baik karena kita memboikot produk AS, atau AS mengembargo kita), maka dampak ekonomi yang ditimbulkan tidaklah sebesar yang dicemaskan orang – dengan catatan negara-negara lain seperti Uni Eropa, Jepang atau Cina tidak ikut-ikutan.
(2) Hutang LN
Menurut Koalisi Anti Utang (www.kau.or.id) hutang LN Indonesia kepada AS terdiri dari hutang multilateral, yakni dengan beberapa Lembaga Keuangan yang didominasi AS seperti IBRD (Bank Dunia) = 7.86 Milyar US$ (12.7%) dan hutang bilateral 3.53 Milyar US$ (5.7%).
Melihat dari porsi utang tersebut, sebenarnya tidak layak AS selalu memaksakan agendanya ke Indonesia.
(3) Investasi
Idealnya ada data total investasi AS di Indonesia menurut bidang investasinya serta jumlah perusahaannya. Namun sementara ini data yang didapat dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (www.bkpm.go.id/en/figure.php?mode=baca&t=Facts%20and%20Figures ) adalah bahwa AS bukanlah negara asal yang menonjol dalam investasi.
Dari 2001- September 2006, total investasi AS di Indonesia hanya berjumlah 208 investasi (2,60% dari seluruh PMA di Indonesia) atau hanya senilai 1,1 Milyar US$ (1,49%). Jadi sebenarnya sangat kecil. Namun angka investasi ini adalah diluar Investasi Sektor Minyak & Gas Bumi, Perbankan, Lembaga Keuangan Non Bank, Asuransi, Sewa Guna Usaha, Pertambangan dalam rangka Kontrak Karya, serta Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara.
Bidang investasi yang tidak didata di BKPM ini adalah bidang yang justru sangat strategis (Freeport, Newmont, ExxonMobile, Chevron dll), namun keberadaannya di Indonesia hanya mungkin terjadi oleh manipulasi hukum serta korupsi para pejabatnya.

(4) Wisatawan AS di Indonesia
Menurut BPS (http://www.bps.go.id/leaflet/bookletjuli2006.pdf? Halaman 52) jumlah kunjungan wisata dari AS pada 2005 adalah 160.597 orang dan setiap kunjungan mereka rata-rata selama 13 hari dan mengeluarkan uang rata-rata 1334 US$/orang/kunjungan. Dengan demikian bila Indonesia ditutup bagi wisman AS, maka kehilangan per tahun ditaksir adalah: 214,2 juta US$. Namun ini ternyata hanya 4,7% dari total penerimaan sektor wisata dari kunjungan wisman.
(5) Expatriate
Warga negara Indonesia yang belajar atau bekerja di AS akan terkena dampak langsung hubungan Indonesia-AS. Bila hubungan memburuk, mereka terancam berhenti belajar atau bekerja. Sayangnya jumlah mereka tak diketahui dengan pasti. Informasi dari KBRI Washington (http://www.embassyofindonesia.org/) hanya menyebutkan jumlah paspor yang dikeluarkan oleh KBRI, yang jumlahnya hanya berkisar 1000 paspor/tahun. Paspor dari KBRI biasanya hanya diberikan pada WNI yang menetap di AS namun tetap memegang kewarganegaraan Indonesia. Dengan asumsi paspor berlaku 10 tahun, maka jumlah mereka berkisar 10.000 orang.
Namun seorang WNI yang tinggal di AS dan sering bolak-balik ke Indonesia (pelajar atau pengusaha), tidak selalu harus berurusan dengan KBRI. Info ini lebih tepat dicari pada kedutaan AS di Jakarta (http://www.usembassyjakarta.org/). Sayangnya di sana juga tidak ada data jumlah visa yang diberikan untuk WNI untuk pergi ke AS.
Hal serupa juga terjadi pada warga negara AS yang bekerja di Indonesia untuk jangka lama. Warga AS bebas visa bila hanya berkunjung 1 bulan. Jadi mereka yang mondar-mandir ke Indonesia dan tiap bulan pergi ke Singapura, tidak perlu visa. Sebenarnya di Ditjen Imigrasi Departemen Luar Negeri mestinya ada data tentang warga AS yang masuk ke Indonesia. Namun data ini tidak didapatkan di web.
(6) Militer
Kepentingan militer diduga paling dominan dalam hubungan ekonomi Indonesia-AS. Kepentingan yang dimaksud adalah berupa: (1) pembelian persenjataan dari AS, (2) pelatihan personil militer ke AS, dan (3) bantuan (grant) untuk program-program militer di Indonesia – semacam pembentukan Densus-88 anti teror. Sayang informasi di bidang ini justru paling sulit didapat. Kalau misalnya ada data perbandingan negara asal persenjataan yang dimiliki TNI, barangkali kita akan tahu, serapuh apakah kita terhadap AS. Namun sejak embargo senjata AS tahun 1991 (kasus Dili), Indonesia telah memutuskan untuk melakukan diversifikasi negara tempat membeli senjata. Indonesia telah membeli kapal dari Jerman, tank dari Perancis, pesawat tempur dari Russia, pistol dari Austria dan sebagainya.
Kesimpulan
AS sendirian sebenarnya tidak terlalu signifikan bagi ekonomi Indonesia, baik secara perdagangan, hutang, investasi, pariwisata, expatriate, bahkan mungkin militer.
AS baru berbahaya ketika sikap atau kebijakannya diikuti oleh negara-negara lain, terutama yang memiliki peran ekonomi besar atas Indonesia, seperti Jepang, Cina, Uni Eropa atau Australia.
Ketakutan pemerintah Indonesia atas sanksi ekonomi AS, sehingga begitu tunduk kepada AS sangat tidak beralasan. Sebaliknya Indonesia justru dapat memainkan peran strategisnya, agar hubungannya dengan AS tidak seperti “jongos” terhadap juragan, tetapi sama tegak antara sesama negara merdeka. Bahkan Indonesia harus memandang rendah AS, karena mereka adalah negara yang telah mendhalimi bangsa-bangsa lain di dunia.

1 comment:

Anonymous said...

nice info..makasih ya :)