Monday, March 16, 2009

Meng-Ibadahi Manusia

Oleh : Fadhli Yafas


Tersebutlah para Rahib. Walaupun telah sampai pada mereka keterangan dari Allah, mereka tetap melakukan penyimpangan dimana mereka mengharamkan yang di halalkan Allah dan menghalalkan apa yang diharamkan Allah.

Sistem kerahiban sempat pula mendominasi masyarakat Eropa hingga abad pertengahan. Kuasa yang mereka miliki luar biasa, termasuk membuat aturan-aturan yang hatus dipatuhi oleh rakyat kala itu. Kekuasaan yang mereka miliki kerap digunakan untuk menindas orang-orang yang tidak mematuhi mereka.

Inilah yang disebut Rasulullah ketika beliau menjelaskan tentang Surat At Taubah Ayat 31. Penjelasan ini terkait dengan kondisi seorang shahabat Rasulullah ‘Adi bin Hatim yang sebelumnya beragama nashrani. Hal ini tercantum dalam tafsir Ibnu Katsir :

Ayat-Ayat Khamr

Oleh : Fadhli Yafas


Beberapa pihak menyebutkan bahwa tadarruj adalah salah satu metode yang ma’ruf (dikenal) dan memiliki legitmasi dalam Islam. Tadarruj adalah menerapkan Islam secara bertahap. Dalam konteks, penganut pemikiran ini menetapkan bahwa tidak mengapa kita tidak langsung menerapkan hukum Allah secara total. Dalam ucapan lain disebutkan juga bahwa tidak mengapa atas ummat ini tidak langsung diterapkan hukum Allah, hatta setelah kekuasaan diraih.

Dalam aplikasi lain kemudian berkembang sikap bahwa dalam pentahapan itu dibolehkan pula ridha dan terlibat langsung dengan system yang tidak Islami yang berlangsung. Semua ungkapan ini berasal dari keyakinan bahwa tidak mungkin manusia langsung menerima hukum Allah secara langsung. Dan salah satu legitimasi yang sering digunakan adalah bahwa ketika Allah mengharamkan khmar, Allah tidak langsung mengharamkan. Keharaman khamr menurut mereka baru ditetapkan pada seruan ketiga yaitu pada QS Al Maidah : 90, sementara dua ayat yang lain yaitu QS Al Baqarah : 219 dan QS Annisa’ : 43, menurut mereka belumlah mengharamkan khamr. Semua itu menurut mereka, mustahil manusia mampu langsung merubah kebiasaannya. Benarkah seperti itu?